Pria tangguh itu berpulang. Beliau pulang dengan tenang keharibaannya lepas ba’da subuh. Lantunanan kalimah Lailaha Illallah menyertai kepergiannya.
Raut wajah lesu dan rapuh mengelilingi tubuh yang terbujur kaku. Doa dan pengharapan itu telah pupus. Waktu mengecap dunia telah habis. Hanya air mata menjadi obat mujarab penyejuk jiwa-jiwa yang ditinggalkan.
“Kuatkan hatimu. Kita ini hanya menunggu giliran untuk dipanggil” Begitulah pesan Almarhum ketika ada keluarga yang meninggal dunia. Ikhlaskanlah…..
Fajar mulai menyingsing mengganti pagi. Langit begitu cerah. Seakan menjadi pertanda diakhir hayatmu husnul khotimah. Pintu-pintu langit terbuka menyambut jiwamu. Amal baktimu akan menjadi lentera penerang menempuh jalan panjangmu.
Suasana subuh hari ini begitu sendu. Tak terdengar lagi suaramu. Rumah ini terasa hening. Hanya sekali-kali terdengar sayup-sayup rintihan yang tertahan. Kini, sosok panutan itu telah tiada.
Beliau memang terbilang aktif. Apa saja yang dibisa akan dikerjakan. Saking aktifnya, ia tak mengindahkan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Sebelum berpulang, ia masih sempat ke kebun menanam ubi. Bahkan menuaikan keinginan ibu kami memperbaiki ruang dapur.
Mungkin itulah, ikhtiarnya menuntaskan tugasnya sebagai suami dan tanggung jawab sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Mungkin juga bukti pengabdian tulus hingga akhir hayatnya.
Satu persatu keluarga dan handai taulan datang menjengkmu. Mereka ingin memberi penghormatan sebelum jasad itu disemayamkan di tempat peristirahatan terakhir. Banyak yang tak menyangka kepulanganmi begitu tiba-tiba. Tapi itulah takdir. Semuanya telah ditetapkan lauhul mahfudz.
Pulanglah dengan tenang. Semoga baktimu terhadap keluarga dan agama Allah mendapat ganjaran yang sepadan. Innalillahi wa inna ilahi raji’un, wa inna ila rabbina lamunqalibun. Allahummaktubhu indaka fil muhsinin, waj’al kitabahu fi’illiyyin, wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin, wa la tahrimnaa ajrahu wala taftinna ba’dahu. Aamiin ya rabbal Alamin….
Kendari 09062024