Empat bulan di akhir masa jabatannya, Mukidi semakin resah. Dia merasa belum punya legacy yang patut dibanggakan. Sejumlah proyek mercusuar yang digagasnya banyak meninggalkan masalah. Bukan tidak mungkin, masa purna tugasnya bakal berakhir di jeruji besi.
Satu-satunya harapan Mukidi tinggal mega proyek ibukota baru (IKB). Ironisnya, progresnya masih jauh dari harapan. Padahal triliunan duit rakyat Konoha telah dikucurkan untuk memuaskan ambisi Mukidi.
Untuk mendapatkan pengakuan, miliaran duit rakyat tega dihabiskan Mukidi hanya sekedar mempromosikan IKB dengan menggandeng artis dan para influencer. Di sisi lain, subsidi rakyat dicabut dengan alasan penghematan.
Tidak cukup di situ, ia turut mengumpulkan seluruh raja-raja kecil di penjuru Konoha. Mukidi ingin menunjukkan IKB itu begitu megah dan tetap on the track. Bukan seperti cerita rakyat candi Prambanan tentang ambisi Bandung Bondowoso menikahi Roro Jonggrang
Dalam pertemuan akbar itu, Mukidi menyindir anggaran daerah yang diporsikan untuk kepentingan politik. Menurutnya, anggaran itu harusnya difokuskan untuk kepentingan rakyat.
Sindiran Mukidi ini di jagat Twitter diibaratkan meludah ke Langit. Sindiran Mukidi ibarat orang yang selalu buang air sembarangan, namun dengan bangganya pidato di istana raja sambil mengajak pentingnya menjaga kebersihan. Seperti seorang yang pelacur senior yang mengaku masih perawan. Seperti orang tak mau makan nasi, tapi doyan lontong.
Ironisnya, para raja-raja kecil ini cuma manggut-manggut. Wajarlah, toh sebagian besar mereka adalah raja-raja give away pilihan Mukidi. Bak sales marketing, raja-raja kecil ikut-ikutan mempromosikan IKB. Medsos dibanjiri prose mereka di IKB. Sementara tugasnya mereka terkesan diabaikan. Tugas kalian itu apa menyejahterakan rakyat atau Mukidi.
Dengan bekal mandat rakyat, Mukidi cukup lihai. Konstitusi pun sewaktu-waktu bisa diubah. Para elit cuma bisa nurut. Boroknya sudah dipegang. Berani melawan, jerat hukum sudah menanti.
Meski rezim penerus bagian dari kroninya, Mukidi tetap harus was-was. Di dunia politik itu tak ada kawan dan lawan abadi. Semuanya tentang kepentingan. Jika Mukidi tak lagi punya power kekuasan, suatu saat bisa saja ditinggalkan. Saat ini, Mukidi masih dipuja-puja. Esok, siapa yang bisa menjamin.
Kendari 15082024